06 Maret 2009

fotone inyong

SEPULUH LANGKAH PERSIAPAN PEMIMPIN PA


Pada prinsipnya, seseorang yang mempersiapkan diri untuk memimpin kelompok Pendalaman Alkitab (PA) harus melakukan PA pribadi. Seseorang hanya dapat memberi dari apa yang dimilikinya! Dalam rangka PA pribadi itu, seorang pemimpin PA belajar dan mencoba menafsirkan Alkitab, khususnya bagian atau perikop yang akan dipakai sebagai bahan PA.

Menafsir Alkitab adalah usaha yang kita lakukan untuk memahami berita yang dimaksudkan olehpenulis Alkitab, menghubungkannya dengan dan menemukan berita Firman allah itu bagi situasi masa kini. Sebelum, di tengah-tengah dan sesudah persiapan memimpin PA dilakukan, kita perlu berdoa dan hening agar kita dapat mendengar, menerima dan melaksanakan pesan Alkitab dan agar bukan isi Alkitab yang mengikuti pikiran kita tetapi kita dengan setia mengikuti pesan isi Alkitab. Hanya dengan bimbingan Roh Kudus, kita bisa mengerti makna ayat-ayat Alkitab sebagai Sabda Allah.

Langkah pertama:

MEMBACA

Bagian Alkitab atau perikop yang akan ditafsir perlu dibaca berulang kali (lebih dari 1 kali) sehingga lewat pembacaan itu kita mulai membuka diri dan masuk dalam “suasana” Alkitab. Dengan membaca lebih dari 1 kali, kita akan dapat membaca dengan sungguh-sungguh dan teliti. Lakukanlah dengan tenang dan hayati setiap kata sebagai Sabda yang harus didengarkan dengan hati terbuka. Membaca perlahan-lahan lebih dari satu kali merupakan awal yang baik dalam persiapan PA.

Langkah kedua:

MENGANALISIS TEKS

Setelah membaca teks, kita mencoba menganalisis teks, misalnya tentang:

a) Garis besar isi bacaan ini tentang apa?

b) Bentuknya apa: surat, cerita, nasihat, ajaran, perumpamaan, berita, doa atau nyanyian

c) Untuk cerita dan perumpamaan:

· Siapa tokoh-tokoh yang ada di dalamnya?

· Di mana dan kapan peristiwa itu terjadi?

· Peristiwa pokok apa yang diceritakan?

d) Apa masalah pokok yang dibicarakan?

Langkah ketiga:

MEMBANDINGKAN BEBERAPA TERJEMAHAN

Alkitab dalam bahasa Indonesia yang kita pakai adalah hasil terjemahan dari suatu Tim Penerjemah yang terdiri dari para teolog. Tim ini menggali dari bahasa asli Alkitab (Ibrani – PL; Yunani – PB) dan mempelajari terjemahan lain dalam pelbagai bahasa.

Kalau kita mau membandingkan beberapa terjemahan, kita akan menemukan hal-hal baru dan penting. Terjemahan lain yang mungkin dapat kita lihat adalah:

· Alkitab dalam bahasa Jawa atau bahasa Daerah yang kita kuasai,

· Alkitab dalam bahasa Indonesia sehari-hari (BIS)

· Alkitab dalam bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya yang kita pahami.

Langkah keempat:

MEMBANDINGKAN AYAT-AYAT PARAREL DAN AYAT-AYAT REFERENSI

Dalam keempat kitab Injil, seringkali suatu peristiwa dicatat oleh 2,3 atau 4 penulis Injil. Ayat-ayat yang menceritakan hal yang sama dengan cara/ pendekatan berbeda itu disebut ayat-ayat paralel. Hal ini terutama kita dapati dalam Injil-injil.

Contoh:

Ayat-ayat paralel dari perikop Yohanes 13:36-38 disebutkan di bawah judul yaitu Matius 26:31-35, Markus 14:27-31 dan Lukas 22:31-34.

Lalu, dengan bantuan LAI, kita bisa menemukan juga catatan ayat-ayat referensi, yaitu ayat-ayt yang dianggap ada kaitannya dengan ayat-ayat tertentu. Contoh ayat referensi dari Matius 18:16 adalah Ulangan 19:15. Petunjuk ini dicantumkan di bawah perikop Matius 18:15-20 atau di bawah halaman yang bersangkutan.

Dari perbandingan ini kita juga akan menemukan hal-hal yang baru dan lebih menjelaskan makna dari ayat-ayat yang sedang kita tafsir.

Langkah kelima:

MEMPELAJARI KONTEKS

Paling sedikit ada 3 macam konteks yang perlu kita perhatikan dalam penafsiran ayat-ayat Alkitab,

a) Konteks Alkitab secara keseluruhan

Alkitab itu apa dan bicara tentang apa? Pengertian kita tentang apa Alkitab itu sangat menentukan penafsiran kita. Misalnya, bila Alkitab dianggap sebagai “buku Hukum”, maka kita cenderung menafsirkan ayat-ayat Alkitab secara legalistis dan moralistis. Tetapi kalau Alkitab dilihat sebagai “Buku Kesaksian Cinta Kasih Allah”, maka kita akan menafsirkan ayat-ayat Alkitab dengan selalu mengingat karya cinta kasih Allah bagi seluruh ciptaan-Nya yang nampak seperti “benang merah” dalam seluruh Alkitab.

b) Konteks “jauh” (konteks kitab/ surat tertentu)

Ayat-ayat kita adalah bagian dari Kitab/ Surat tertentu yang mempunyai pesan tertentu pula. Untuk mengetahui pesan itu kita dapat membaca buku Pembimbing yang menerangkan:

· siapa penulis kitab/surat itu

· alamat (yang dikirimi surat itu)

· kapan dan garis besar pesannya

Dalam BIS kita dapat menemukan penjelasan tentang garis besar isi kitab/surat pada awal setiap kitab/surat tetapi yang ada di situ terbatas dan bila kita tidak puas, kita perlu membaca buku pembimbing. Sesudah kita mengetahui konteks kitab/surat, maka ayat-ayat tersebut perlu kita baca lagi sambil mengingat konteks tersebut.

c) Konteks “dekat”

Yang dimaksud dengan konteks “dekat” adalah ayat-ayat sebelum dan sesudah perikop kita. Kita harus ingat bahwa sebenarnya dahulu tidak ada pembagian pasal dan ayat dalam Alkitab. Jadi, ada kemungkinan besar ayat-ayat sebelum dan sesudahnya merupakan suatu kesatuan atau suatu kesinambungan yang berkaitan satu sama lain. Kita akan memperoleh pengertian yang benar apabila konteks “dekat” ini kita perhatikan. Pencomotan ayat-ayat dan kemudian ditafsirkan begitu saja lepas dari konteks “dekat”-nya akan “memperkosa” ayat-ayat itu untuk keinginan dan kepentingan diri kita sendiri atau untuk mendukung pendapat kita sendiri.

Langkah keenam:

MEMPELAJARI BUKU PEMBIMBING DAN TAFSIR

Kita perlu mengakui dan menghargai hasil pergumulan dan studi orang-orang beriman yang diberi karunia dan tanggungjawab yang besar dalam menafsir. Hasil pergumulan dan penafsiran mereka perlu dimanfaatkan (namun baru dalma langkah keenam ini) untuk memperkaya usaha penafsiran kita sendiri. Ambillah hal-hal baru yang belum kita dapatkan dan catatlah. Kita harus berusaha agar kita tidak ikut begitu saja pendapat para penulis buku tafsir tersebut, namun kita memanfaatkannya dengan rasa syukur.

Untuk mengetahui latar belakang Alkitab kita dapat membaca buku-buku seperti: Pembimbing ke dalam Perjanjian Lama dari Dr. D.C. Mulder; Theologia Perjanjian Lama dari Dr. D. Barth; Pengantar kepada Perjanjian Lama dari Dr. J. Blommendaal; Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru dari Drs. M.E. Duyverman; Memperkenalkan Theologia Perjanjian Baru dari A.M. Hunter; Satu Injil Tiga Pekabar dari Drs. B.F. Drewes, dan lain-lain. Sedangkan buku-buku tafsir, dapat kita manfaatkan untuk mencari penjelasan tentang suatu ayat atau kata yang sulit dimengerti. Kita berharap penulis buku tafsir yang memang pakar di bidang penafsiran Alkitab sudah menemukan jawaban atas kesulitan yang sedang kita hadapi.

Langkah ketujuh:

MENYUSUN TAFSIRAN

Dari hasil langkah 1-6, kita dapat mencatat apa yang dipesankan kepada pembaca saat itu. Tafsiran ini bisa dilakukan ayat per ayat atau beberapa ayat digabung atau keseluruhan perikop. Inilah langkah puncak di mana semua hal yang kita ketahui dan kita pahami tentang ayat-ayat tersebut kita tuangkan menjadi suatu tafsiran yang makin memperjelas pesan Alkitab.

Langkah kedelapan:

MEMBUAT PENGENAAN

Kalau dalam langkah ketujuh kita masih harus membatasi diri pada “pesan untuk pembaca saat itu”, maka dalam langkah kedelapan ini kita berusaha dan memberanikan diri untuk menemukan pesan untuk pembaca masa kini. Penerapan ini tidak boleh lepas dari hasil penafsiran dalam langkah ketujuh. Langkah ini perlu diawali dengan hening, berdiam diri dan merenungkan apa kehendak Tuhan atau berita yang kita peroleh dari teks Alkitab bagi kehidupan menusia dan jemaat pada masa kini. Sangat penting untuk menjadikan diri kita sendiri sebagai alamat pertama dari berita atau pesan Alkitab itu. Pertanyaan pokok yang dapat membantu kita untuk menemukan pengenaan teks bagi kehidupan masa kini adalah:

· Menurut teks tadi, bagaimana pola hidup manusia dan atau orang beriman itu?

· Bagaimana seharusnya orang Kristen berpikir dan berbicara tentang Allah, manusia dan dunia ini?

· Bagaimana seharusnya orang Kristen bersikap dan bertindak dalam hidup sehari-hari?

Jadi, yang dimaksud dengan “pola” di sini bukan dalam pengertian “pola” atau “patron” atau “model” dalam dunia jahit-menjahit yang sudah tersedia tinggal ditiru begitu saja. Pola hidup adalah prinsip-prinsip kehidupan yang didasarkan atas pemahaman kita terhadap Allah dan bagaimana menjadi manusia yang baik. Pola hidup ini akan menjadi “spirit” bagi keseluruhan hidup manusia dan atau orang Kristen.

Langkah kesembilan:

MERUMUSKAN TUJUAN PA

Dalam sebuah PA tidak mungkin semua relevansi teks Alkitab dapat dicapai. Oleh karena itu, pemimpin PA perlu menentukan relevansi apa yang sesuai dengan kebutuhan kelompok atau jemaat pada saat ini. Kemudian relevansi itu dirumuskan menjadi tujuan PA. Dalam merumuskan tujuan, yang menjadi pusat perhatian bukanlah pemimpin PA melainkan para peserta, sehingga rumusan dapat ditulis: setelah mengikuti PA ini, para peserta memahami/ menyadari/ mengalami/ mampu ……. dst.

Langkah kesepuluh:

MEMILIH METODE PA DAN MEMPERSIAPKANNYA

Setelah tujuan dirumuskan, maka barulah metode dipilih sesuai dengan tujuan. Dalam hal ini kita harus selalu ingat bahwa metode adalah sarana saja demi tercapainya tujuan. Tujuan tidak boleh dikorbankan demi suatu metode yang kita anggap menarik.

Kemudian dengan mempelajari uraian atau bab tentang metode PA atau dengan kreativitas sendiri untuk menciptakan metode PA yang “baru”, pemimpin PA perlu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk memakai metode tersebut. Yang pertama-tama perlu dibuat adalah susunan langkah-langkah dan pembagian waktu. Sesudah itu, semua perlengkapan yang diperlukan harus dipersiapkan dengan baik. Termasuk dalam persiapan ini, perlu sekali memperhatikan bagaimana ruang yang akan dipakai agar mendukung pelaksanaan PA dengan metode yang sudah kita pilih.

HIDUP ITU INDAH

Tuhan menciptakan manusia bukannya tanpa tujuan. DIA menciptakan kita dengan sebuah tujuan. Oleh karena itu carilah dan maknailah tujuan hidup untuk dirimu.